.::Selamat Datang di Situs Kami , Semoga Website Kami ini Memberikan Pencerahan kepada Sahabat-Sahabat Mengenai Agama Kita yang Tercinta, Selamat Menikmati Hidangan Kami, dan Mohon Doanya ya Agar wAbsite Kami Tetap Eksis!! Amin::.

Minggu, 22 Februari 2009

Sebuah Paket dan Perjalanan yang Fenomenal (Bag 1)

Ku awali pagi ini dengan sebuah senyuman yang riang di bibirku. Sebuah senyum yang sangat ku nikmati keindahannya. Ditemani udara kota Kairo yang dingin, aku menyelami kehangatan ayat-ayat suci al-Qur’an dari speaker komputerku yang menyuarakan lantunan indah Syeikh Mishary bin Rashid al-Efasy, yang hingga kini ku kagumi keindahan suaranya.

Tiba-tiba handphone K770i ku berbunyi sambil menari-nari akibat getaran yang aku setting bersamaan dengan ringtone. Sebuah nomor sedang menghubungiku. Aku tak mengenal nomor itu. Ketika ku terima telpon itu, suara keras langsung menusuk ke gendang telingaku “Assalamu’alak, Ma’a Idi Nursiha?” (Assalamualaikum, ini Adi Nurseha?), dengan respon ku menjawab “Aiwa, Ma’a Idi Nursiha, min ma’aya?” (Iya betul, ini Adi Nurseha, ini siapa yah?). Ternyata yang menghubungiku adalah tukang pos.

Memang sudah hampir 7 hari ini aku menunggu kedatangan tukang pos ke rumahku untuk membawakan sebuah paket yang dikirim oleh keluargaku tercinta (terimakasih untuk Mamah dan Ade Eka) yang berada di belahan bumi bagian timur sana . Aku bersyukur sekali karena pengharapanku hampir saja terwujud karena tukang pos akan datang ke rumahku mengantarkan paket yang berisi obat batu ginjal dan sepucuk surat dari keluargaku tercinta.

Penyakit batu ginjal yang ku idap sekarang ini sudah hampir berusia sepertiga tahun. Oleh karena itu, hari-hariku semakin bermakna dan penuh kesyukuran kepada Allah SWT. Karena dengan penyakit ini aku dapat mengetahui bagaimana indahnya nikmat sehat, dan dengan penyakit ini pula aku dapat mengingat kematian. Semua makhluk hidup akan mengalami kematian. Kematian adalah sesuatu yang mesti terjadi, dan sesuatu yang akan terjadi adalah sangat dekat sekali adanya.

Pukul 11:00 tepat tukang pos memencet bel flatku. Aku segera beranjak dari tempatku untuk menyambut kedatangan sebuah paket yang sangat ku nantikan itu. Ketika ku buka pintu depan rumahku, seonggok manusia yang tinggi dengan pakaian ciri khas orang Mesir menyodorkanku sepucuk surat . Aku tercenung karena tukang pos hanya membawa sepucuk surat untukku. Ia tidak membawa sebuah paket yang istimewa itu. Aku bertanya tentang keberadaan sebuah paket yang ku dambakan ada ditanganku saat itu, namun tukang pos menjawab dengan santainya, bahwa paket itu bisa diambil di kantor pos daerah Attaba’. Ternyata surat yang diberikan kepadaku itu berisi tentang panggilan kepadaku untuk mengambil paket di sebuah tempat, tetapi di surat itu tidak tertulis jelas bahwa aku harus mengambilnya di kantor pos daerah ‘Attaba. Kekecewaan sedikit muncul dalam benakku, namun ku berusaha menghapus dalam-dalam rasa kecewa itu dengan sebuah senyuman. Aku yakin ini adalah sebuah perjuanganku agar penyakitku segera diangkat oleh Allah melalui obat itu dan dapat beraktivitas dengan normal apa adanya. Juga sebuah pengorbanan bagiku demi sebuah surat yang sungguh istimewa bagi masa depanku.

Akhirnya aku termenung sejenak sambil melihat isi surat pemberian tukang pos itu, dan mulai memikirkan rencana untuk mengambil paket tersebut karena sejujurnya aku belum paham betul dengan tempat yang diberitahukan oleh tukang pos. Tiba-tiba saja sebuah pikiran terlintas untuk bertanya kepada temanku, mungkin saja temanku ada yang mengetahui. Tepat sekali, ternyata mas Hasan (lengkapnya Hasan Basri) mengerti, bahkan beliau mengetahui dimana letak kantor pos Attaba’. Sore harinya, kami pun berangkat menuju kantor pos di daerah Attaba’, “Semoga aku dapat mengambil paketnya hari ini” celetuk harapanku dalam hati. Sebenarnya aku harus mengambil paket tersebut hari ini karena aku sangat butuh sekali dengan obat itu. Persediaan obat milikku sebentar lagi habis.

Hampir satu jam aku di terminal untuk menunggu angkutan umum yang menuju ke Attaba’, namun tak satu pun ku temukan angkutan umum ke daerah Attaba’. Akhirnya aku dan mas Hasan memutuskan untuk pergi ke terminal Sabie’. Katanya disana banyak sekali angkutan umum yang menuju daerah Attaba’. Tak lama kemudian aku dan Mas Hasan langsung menaiki el-tramco untuk menuju terminal Sabie’. Sesampainya di terminal Sabie’, aku melihat ada angkutan umum yang menuju ke daerah Attaba’. Saat aku menaiki mobil itu, tiba-tiba sang supir menyapaku “Enta ruh fien?” (Kamu hendak pergi ke mana?), aku menjawab saja sekenanya “Ana ruh ila attaba’” (Saya hendak pergi ke Attaba’). Menanggapi jawabanku, sang supir langsung menggelengkan kepala sambil berkata “la’ah” (tidak ke sana ), komentarnya singkat. Akhirnya aku tertunduk lemas, ternyata mobil yang ku tumpangi itu tidak pergi sampai ke Attaba’, tetapi sebelum Attaba’, padahal aku melihat sendiri tulisan “Attaba’” di atas kaca mobil itu. Akhirnya aku bersabar menunggu angkutan yang lainnya. Setengah jam kemudian aku melihat angkutan umum yang menuju Attaba’, “Semoga angkutan kali ini benar-benar ke Attaba’”. Ketika mobil itu berhenti di terminal, aku dan mas Hasan langsung bertanya kepada supir angkutan umum itu. Ternyata jawaban sang supir kali ini pun membuat hatiku harus kembali bersabar karena angkutan umum yang sekarang berada di depanku ini tidak mengangkut penumpang lagi. Aku dan mas Hasan pun menunggu angkutan umum untuk ketiga kalinya. Di saat senja mulai memasuki kota Kairo, badan ini sudah letih menanti angkutan umum yang tak kunjung datang. Akhirnya kami memutuskan untuk meneruskan perjuangan ini keesokan harinya, namun tiba-tiba saja angkutan umum yang menuju Attaba’ datang. Wajah yang sumringah terlihat di wajah kami berdua, dan sebuah pengharapan pun mengalun menusuk pikiran “Semoga angkutan umum kali ini benar-benar ke Attaba’”. Sejurus kemudian mas Hasan pun bertanya kepada sang supir angkutan umum itu, dan jawabannya membuat hati kami bahagia. Mobil itu akan menuju Attaba’. Keluh dan kesah hilang ketika supir menerima kami sebagai penumpangnya. Aku merasakan kenikmatan atas kesabaran kami hari ini, “hamdulillah” puji syukurku.

Akhirnya kami sampai juga di terminal Attaba’. Satu jam sudah berlalu perjalanan kami dari terminal Sabie’ hingga terminal Attaba’. Tanpa basa basi kami pun turun dari angkutan umum dan langsung pergi ke tempat tujuan, yaitu kantor pos daerah Attaba’. Sesampainya di kantor pos, kami bertanya perihal kedatangan surat itu kepada petugas kantor pos, dan jawaban tak ku sangka-sangka keluar dari bibir pengurus kantor pos “Lazim ruh ila mathor qodhimah” (wajib pergi ke bandara Kairo). Sebuah jawaban yang tak ku harapkan, namun aku harus sabar dan tabah demi pengambilan paket itu. Aku pun segera merencanakan untuk pergi ke bandara Kairo besok pagi. Akhirnya kami pun pulang tanpa membawa sesuatu kecuali info pengambilan paket di bandara Kairo. Sebuah kisah yang membuat ku belajar banyak tentang kehidupan.

Rabu, 04 Februari 2009

Terpesona di Cairo International Book Fair

Jam menunjukan pukul 10:00 siang, aku masih berkomunikasi dengan sang Bidadariku yang jauh di sana. Ku akui, aku sangat rindu dengan semua orang yang aku cintai di Indonesia. Namun kerinduan ini membuatku semakin teguh dan kuat dalam menuntut ilmu, karena mereka lah motivatorku yang hebat. Ketika aku sedang asyik berkomunikasi dengan bidadariku, tiba-tiba saja bel flatku berbunyi, ternyata yang berkunjung di flatku adalah temanku yang bernama Iwan Sholihuddin. kedatangannya membuatku teringat akan janjiku kepadanya bahwa hari ini aku bersamanya untuk pergi ke Cairo International Book Fair. Akhirnya aku pun bergegas dan bersiap diri untuk jalan-jalan dan sekaligus belanja di Cairo International Book Fair.

Cairo International Book Fair ini hanya diselenggarakan satu tahun sekali, dan biasanya diadakan pada awal tahun yaitu bulan januari dengan rentang waktu penyelenggaraanya hanya sepuluh hari hingga dua minggu saja. Di sana banyak sekali buku-buku dari seluruh dunia, mulai dari Italia, Inggris, Amerika, dan lain sebagainya. Namun disana lebih banyak buku yang berasal dari timur tengah, terutama Negara-Negara Arab. Bahkan yang berasal dari Indonesia juga ada, namun tidak terlalu banyak. Yang intinya disini banyak buku-buku yang bagus-bagus dan keren-keren deh.

Sesampainya di pintu gerbang Cairo International Book Fair, aku sempat terpana dengan animo masyarakat mesir yang begitu tinggi dengan diadakannya Cairo International Book Fair ini, terbukti disetiap bus terpampang tujuan Cairo International Book Fair, “wah… hebatnya Mesir, seandainya Indonesia seperti ini” sebuah fikiran yang mengglitik itu tiba-tiba saja muncul di dalam diriku akan Negara tercinta ku itu. Belum hilang keterpanaan diriku terhadap Cairo International Book Fair, kali ini kekagumanku yang mulai muncul menyelimuti jiwaku, aku melihat sebuah gerbang masuk Cairo International Book Fair yang indah dan didesian begitu unik, dan hebatnya lagi kawasan yang begitu luas itu hanya dikhususkan acara tahunan ini.

Ketika ku mulai masuk ke dalamnya, aku melihat banyak anak kecil yang berlarian kesana kemari dengan ditemani ibundanya, seorang bapak yang cacat di dorong dengan kursi roda, para turis-turis asing, dan lain sebagainya, semuanya hanya ingin membeli buku-buku di Cairo International Book Fair ataupun hanya sekedar melihat kemegahan Cairo International Book Fair kali ini.

Ketika aku hendak membeli buku di sebuah toko kitab, tiba-tiba terdengar kumandang adzan dzuhur memanggil orang-orang yang beriman untuk segera tersungkur dan mendekatkan diri kepada Allah SWT., akhirnya ku memutuskan untuk segera bergegas untuk memenuhi panggilan itu. Jarak antara toko kitab yang ku kunjungi dengan masjid tidak lah jauh, sehingga aku bisa bersegera untuk menunaikan sholat sunnah dua rokaat, sambil menikmati indahnya waktu kemustajaban doa antara adzan dan iqomah. Tenangnya hatiku jika dekat denganNya, sang pencipta mata ini, sang pencipta otak ini, pencipta hati ini, sehingga aku dapat merasakan bagaimana indahnya dan luasnya ilmu Allah SWT.. Ya Allah, ampunkanlah dosa-dosa hambamu ini dengan penuh pengharapan.

Setelah selesai shalat berjamaah dzuhur, aku langkahkan kaki ku untuk membeli buku-buku, ku yakin dengan membeli buku-buku itu aku akan semakin cinta kepadaNya, dan juga semakin dekat kepadaNya. Karena bagiku, orang yang semakin dalam ilmunya maka ia akan semakin mengetahui bagaimana hebatnya dan takjubnya ciptaan Allah di alam yang fana ini, ia akan menemukan tanda-tanda kebesaran Allah yang akan membuatnya selalu berdzikir kepada Allah dengan keikhlasan dan ketundukan sebagai hamba.

Di Cairo International Book Fair aku membeli buku lumayan cukup banyak, sehingga aku mengalami kerepotan saat membawa buku-buku belianku itu. Aku membeli buku tentang fiqh yang sesuai dengan jurusan kuliahku, bahkan aku juga membeli buku tentang cara mendidik anak dan juga tentang wanita sholihah, ini sebagai persiapanku untuk masa depanku yang tidak akan lama lagi akan menuju pelaminan. Aku harus mempersiapkan sedemikan rupa agar keluarga ku nanti menjadi keluarga yang sakinah mawaddah war rahmah, amin. Dan tak lupa pula aku membeli buku-buku karya Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, yang saat ini aku sungguh takjub dengan karya-karyanya yang fenomenal.

Sekitar tujuh jam aku berkeliling-keliling bersama temanku Iwan Sholihuddin, kami memutuskan untuk beristirahat sejenak di taman Cairo International Book Fair, disana aku dan temanku menikmati karunia Allah yang sungguh nikmat sekali, yaitu menyantap isy dan satsuka (Jenis makanan pokok di Mesir) ditemani oleh rumput-rumput yang indah dan suilan burung-burung gereja yang menari di atas ranting pohon.

Setelah kami menyantap makanan dan kami memutuskan untuk kembali ke flat dan beristirahat karena badan ku sudah amat lelah. Berjalan tujuh jam lebih dengan menenteng buku-buku yang ku bawa. Ohh… indahnya hari ini dan amat hebat ciptaanMu dan ilmu Mu ya Allah. Walaupun engkau memberikan ilmu kepada manusia sedikit sekali bagaikan satu tetesan air dari air lautan samudra, namun setetes ilmu itu, manusia mampu menerbitkan buku-buku yang begitu banyak sekali. Sungguh hebat nya ilmu Mu ya Allah.

Kamis, 29 Januari 2009

Selamat Datang Wahai Libur Musim Dingin “Aku akan Memanfaatkanmu”

“Wah… liburan sudah Tiba”, begitulah seonggok kegembiraan yang terbersit di dalam hatiku, ketika aku baru saja menyelesaikan ujian terakhirku di Universitas yang sangat ku banggakan atas kewibaannya, yaitu Universitas Al-Azhar Cairo. Ujian terakhirku ini adalah mata kuliah ilmu Tauhid. Yang ku fikir, aku akan menemukan kesulitan pada ujian mata kuliah yang satu ini. Bagaimana tidak sulit, jika godaan dan rayuan untuk segara libur setelah selesai ujian selalu saja menghantui setiap belajarku. Namun masa depan dan Sang Bidadariku yang sedang menunggu jauh di sana lah yang membuatku untuk bangkit dalam lamunan dan ketidaksadaranku agar aku selali meningkatkan belajarku, itulah yang membuat hatiku terus bersemangat bagaikan api yang berkobar-kobar untuk menggapai cita-cita tertinggiku, yaitu menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain.


Sebuah senyuman merona di kedua bibirku ketika aku baru saja keluar dari ujian terakhirku ini, “Ujian yang sempurna” banggaku dalam hati. Ujian yang terakhir ini aku lewati dengan senyuman dan kesyukuran tiada henti, walaupun aku belum mengetahui hasilnya, namun aku yakin Allah SWT. akan memberikan hak kepada orang yang mau bekerja keras dan berusaha, sehingga ku kuatkan dan ku tancapkan dalam setiap doa dan linangan air mataku untuk selalu bertawakal kepadaNya. Hanya Beliaulah yang sanggup merubah segala sesuatu yang mustahil menjadi ada. Engkau sungguh dan sungguh Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.

Dua bulan lebih ke depan aku akan menjejaki libur musim dingin yang cukup panjang ini, berbagai rencana dan rangkaian kegiatan telah ku susun rapih untuk mengisi liburanku, mulai dari mengikuti les hingga ikut aktif berkecimpung di dalam dunia keorganisasian. Bagi kebanyakan mahasiswa Indonesia yang kuliah di Universitas Al-Azhar, kesempatakan liburan ini dijadikan mereka sebagai bahan melatih diri untuk selalu berkarya demi masa depannya dan kehidupannya. Begitupun dengan aku, seorang mahasiswa yang biasa-biasa saja, namun aku mempunyai cita-cita yang cukup luar biasa (Rahasia yah cita-citanya hehehe!!!). sehingga kesempatan liburpun aku gunakan semaksimal mungkin untuk menggapai cita-citaku yang luar biasa itu.

Angin semilir sepoi-sepoi, seakan-akan ingin mengajakku dan meninabobokanku untuk terlelap dalam kekantukan, namun kukuatkan mata ini untuk terus memandangi setiap sudut kota Kairo yang indah dan juga menarik hatiku. Di atas buslah aku menikmati kebesaran dan kehebatan ciptaan Allah SWT. yang sungguh luar biasa dahsyatnya itu. Aku naik bus Tiga Jim (Nama bus) jurusan Kuliah Banat (Universitas Al-Azhar khusus wanita), karena bus delapan puluh coret (Nama bus) jurusan Hayy ‘Asyir (Nama daerah tempat tinggalku) yang sering ku tumpangi tak kunjung tiba, akhirnya aku memutuskan untuk menaiki bus Tiga Jim.

Terasa pusing sekali kepalaku, seperti ada segerombolan burung yang sedang berkeliling-liling di atas kepalaku. Bagaimana tidak pusing, jika aku baru saja menyelesaikan ujian terakhirku, apalagi perut ku yang sudah mulai bersuara dan berdemo agar segera ditransfer makanan, ditambah dengan bus Tiga Jim yang ku tumpangi agak tidak layak untuk menjadi bus angkutan umum. Namun aku tetap bersyukur dengan segala nikmatNya yang ku rasakan saat ini, nikmat yang sungguh hebat dan tak terhingga, terima kasih Allah.

Sesampainya di Kuliah Banat, aku langsung menaiki El-Tramco (Sejenis Koasi) jurusan Hayy ‘Asyir agar aku segera sampai ke flatku yang sejuk dan damai itu. Aku ingin segera sampai di flatku agar aku dapat membaringkan tubuhku yang sudah hampir satu bulan ini aku banyak mengambil hak-hak tubuhku ini untuk bergelut dengan diktat-diktat Doktor dan ujian-ujian yang menegangkan sekaligus mengasyikkan.


Akhirnya aku sampai juga di flatku, aku benar-benar merebahkan tubuhku di tempat tidur pemberian dari seniorku, ku terlelap sekali dalam bunga-bunga mimpi, dan ku tatap hari esok dengan semangat yang tinggi dan menggebu-gebu agar aku sukses di Negri Kinanah, Negri para Nabi, dan Negri yang pernah ku injak tanahnya ini. Yuk!!!, kita tatap masa depan dengan penuh optimisme dan kebijaksanaan untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain dan menjadi hamba Allah SWT. yang sebenar-benarnya hamba. (www.nuraurora.co.nr)


Selasa, 06 Januari 2009

Gadis Pengemis yang Tergeletak di Tepi Jalan

Awan sudah mulai berwarna orange di sebelah barat kota Kairo, matahari pun rupanya ingin beristirahat sejenak setelah terbit hampir dua belas jam penuh. Indahnya kota Kairo ku nikmati di dalam bus delapan puluh coret, setelah sepulangnya kuliah dan bimbingan belajar. Ku hirup udara kota Kairo di tengah hiruk pikuknya kendaraan yang lalu lalang. Dan ku keluarkan lagi nafasku dengan pelan-pelan, terasa nikmatnya nafas gratisan ini yang diberiakan oleh Allah kepadaku.

Bus delapan puluh coret pun berlari dengan sekuat tenaga, saling berkejaran dengan mobil-mobil yang lainnya. Kemudian hatiku berdzikir mengumandangan Asma Allah yang dapat menenangkan hatiku dan otakku yang sudah ku gunakan dan ku peras untuk mempelajari ilmu Allah yang begitu luasnya. Lega rasanya Islam lah agamaku, seandainya ku terlahirkan bukan dikalangan umat Islam, apakah aku akan menemukan Islam dalam kehidupan yang sangat cepat ini. Hanya HidayahMu lah ya Allah yang sangat dinanti-nantikan oleh umat seluruh dunia.

Gedung-gedung menjulang tinggi ditambah lagi dengan arsitektur yang yahud, membuat hatiku bergumam, ya Allah ciptaanMu sungguh mengagumkan, membuat ku semakin cinta kepadaMu. Namun dibalik gedung-gedung tersebut, membuat hatiku miris melihatnya. Ternyata dibalik gedung-gedung tinggi itu masih banyak orang yang tidak memiliki rumah, mereka tidur dimanapun ia singgah, dan tak peduli dengan dinginnya malam hari dan panasnya terik matahari pada siang hari, yang mereka pedulikan adalah bagaimana menyambung hidup untuk esok hari, namun di dalam sakunya sudah tidak ada sepeserpun untuk membeli makanan.

Ketika bus delapan puluh coret yang ku tumpangi sudah sampai di daerah Maqram ‘Abid, aku melihat dari jauh ada krumunan di samping toko computer yang bertingkat, tadinya aku tidak mengetahui krumunan apa itu karena posisiku dengan tempat kejadian masih cukup jauh, namun setelah busku semakin mendekat ke krumunan itu, aku melihat sesosok gadis pengemis yang tergeletak ditepi jalan, gadis itu berusaha dibangunkan oleh seorang ibu setengah baya yang memiliki bayi dipangkuannya dan seorang anak kecil yang berpenampilan kumel. Namun anehnya, banyak orang yang melihat kejadian itu tetapi tidak ada seorang pun yang membantunya dan bahkan terkesan tidak memperdulikannya.

Hatiku menangis dan menjerit, kenapa ia tidak ditolong, ia butuh bantuan, apakah karena ia rakyat kecil yang sehari-harinya bekerja sebagai pengemis sehingga tidak ada satupun orang yang menolongnya. Padahal kejadian itu bukan di daerah yang miskin, tetapi di Kairo, kota yang katanya metropolitan. Sehingga aku pun bergumam “Ah… seginikah kejamnya dunia ini, sehingga orang itu dibiarkan saja”.

Disini, di kota kairo, perbedaan antara si kaya dengan si miskin sangat mencolok sekali, bahkan aku tak habis pikir dengan kajadian yang baru saja ku lihat. Seandainya ia diperhatikan saja, mungkin ia akan mempunyai tempat tinggal, dan juga kesehatan yang layak, namun apa yang ku lihat sekarang, seoarang gadis pengemis yang tak sadarkan diri ditengah gedung-gedung yang tinggi menjulang. Hari ini membuat hatiku gemetar, dan berdoa “Ya Allah, semoga gadis pengemis itu baik-baik saja”.
Template by - Abdul Munir - 2008